Upaya Cegah Perundungan di Kota Cirebon

Perundungan memang masih menjadi permasalahan yang kerap ditemui di kalangan remaja. Hasil PISA 2018 lalu menyebutkan bahwa pelajar berusia 15 tahun di Indonesia pernah mengalami perundungan setidaknya beberapa kali dalam satu bulan. Kondisi tersebut tentu sangat mengkhawatirkan, mengingat perundungan memiliki dampak yang sangat buruk baik bagi korban maupun pelaku.

Berangkat dari kekhawatiran yang sama, dua SMP di Kota Cirebon melakukan upaya pencegahan dan penumpasan kasus perundungan di lingkungan satuan pendidikan melalui Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Sebagai satuan pendidikan yang menerapkan Kurikulum Merdeka, SMPN 7 dan SMPN 12 Cirebon memilih projek dengan tema “Bangunlah Jiwa dan Raganya” yang mengangkat topik spesifik terkait antiperundungan.

Kepala SMPN 7 Cirebon, Euis Sulastri menjelaskan latar belakang pemilihan topik dan pelaksanaan projek antiperundungan yang dilaksanakan pada Oktober lalu.

“Kami menjalankan P5 yang pertama dengan tema Bangunlah Jiwa dan Raganya yang mengerucut pada antiperundungan. Kami memilih tema tersebut karena memang masalah perundungan ini menjadi masalah yang luar biasa bagi remaja yang sedang bertumbuh. Jadi kami ingin mengedukasi bahwa perundungan tidak baik untuk diri sendiri dan orang lain. Seluruh warga sekolah juga sudah menandatangani deklarasi komitmen anti perundungan,” ungkap Euis. 

Euis juga mengungkapkan bahwa lewat kegiatan P5 antiperundungan, terjadi perubahan sikap pada siswa di SMPN 7 Cirebon. Menurutnya keributan antar siswa kini cenderung menurun.

“Setelah melaksanakan P5 antiperundungan yang saya perhatikan angka keributan atau perundungan menurun. Dulu banyak siswa yang harus sampai berkonsultasi dengan psikolog di RS Gunung Jati. Kalau sekarang angkanya menurun. Kalau pun masih ada yang ke psikolog lebih ke arah butuh pendengar yang baik dan bisa mengarahkan, bukan karena masalah perundungan,” tutur Euis.

Setali tiga uang dengan SMPN 7 Cirebon, SMPN 12 Kota Cirebon juga menangkap riak perundungan di lingkungan sekolah. Tidak ingin semakin menjadi, pihak SMPN 12 Cirebon memanfaatkan aktivitas P5 dalam Kurikulum Merdeka untuk membangun kesadaran siswa terkait perundungan.

“Menurut kami perundungan ini seperti api dalam sekam. Ada temuan dari teman-teman guru bahwa sejak kembali belajar secara tatap muka pasca pandemi, komunikasi antar siswa menjadi kurang pantas karena menggunakan kata-kata yang cenderung kasar. Selain itu, ketika saling bertemu, siswa menjadi lebih mudah melakukan body shaming. Nah, hal-hal seperti yang kami coba kendalikan agar tidak berkembang lebih jauh dan nantinya memberikan dampak buruk. Kami berusaha untuk mencegah terjadinya kasus-kasus yang tidak diinginkan,” papar Kepala SMPN 12 Cirebon, Iis Nuraeni. 

Pembina OSIS SMP SMPN 12 Cirebon, Desri Sri Wahyuni menjelaskan tahapan projek antiperundungan yang telah dilaksanakan. “Pada aktivitas P5 antiperundungan siswa melewati beberapa tahap, yaitu tahap pengenalan, tahap kontekstualisasi, aksi, dan pengumpulan karya. Anak-anak membuat kampanye dan sosio drama mengenai perundungan. Lewat aktivitas P5 yang mengangkat isu perundungan diharapkan siswa dapat memahami tindakan-tindakan apa saja yang termasuk dalam perundungan, lalu merefleksikan sikapnya selama ini kepada teman-teman di sekolah,” ujar Desri.

Pelaksanaan P5 yang mengangkat tema antiperundungan di wilayah Kota Cirebon diharapkan menjadi upaya pencegahan sekaligus pengendalian kasus perundungan yang belakangan ini marak terjadi di lingkungan satuan pendidikan. Kegiatan P5 yang merupakan bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka secara perlahan akan membentuk nilai-nilai karakter positif sesuai dengan profil pelajar Pancasila.

 

Baca Juga  Gelar Raker Perdana, Kemendikbud dan DPR Bahas Program Prioritas Pendidikan 2021

Penulis: Pengelola Web Direktorat SMP

Scroll to Top