Tirto, Pers Nasional, dan Kebebasan Berpendapat

Halo, Sobat SMP! Di abad ke-21 ini, kita sudah tidak asing lagi dengan jurnalistik. Produk-produk jurnalistik hampir setiap hari kita konsumsi. Berbagai produk jurnalistik seperti berita, artikel, dan informasi lainnya sering dijumpai pada media cetak maupun media daring. 

Jurnalistik sendiri merupakan sebuah kegiatan mengumpulkan informasi tentang sebuah peristiwa nyata serta merekamnya ke dalam bentuk tulisan, suara, gambar, maupun video untuk disiarkan kepada orang banyak. 

Jurnalistik sangat erat hubungannya dengan pewarta berita yang sering juga disebut dengan wartawan atau pers. Dalam kiprahnya di Tanah Air, perjalanan panjang pers berhulu dari peranan seorang tokoh pers sekaligus tokoh pergerakan nasional yang bernama Raden Mas Tirto Adhi Soerjo. 

R.M. Tirto Adhi Soerjo dikenal sebagai “Bapak Pers Nasional” karena sepak terjangnya di dalam dunia pers Tanah Air. Selain tokoh pers, Tirto juga turut menjadi bagian dari tokoh pergerakan nasional karena turut berjuang bersama organisasi Sarekat Dagang Islam.

Tirto dilahirkan di Blora, Jawa Tengah, pada 1880, dengan nama kecil Djokomono. Ayahnya yang bernama Raden Ngabehi Hadji Moehammad Chan Tirtodhipoero merupakan seorang pegawai kantor pajak. Hanya berapa tahun saja Djokomono hidup bersama orang tuanya.

Setelah itu, Tirto tinggal bersama kakek dan neneknya di Bojonegoro, Jawa Timur, demi bisa mengemban pendidikan sekolah dasar ELS (Eurospeesch Lagere School). Pascameninggalnya sang nenek, Tirto pindah ke Madiun dan tinggal bersama sepupunya R.M.A Brotodiningrat. Tak lama, Tirto pindah lagi ke Rembang untuk tinggal bersama Kakaknya, RM Tirto Adhi Koesoemo, Jaksa Kepala Rembang, dan menamatkan sekolah dasarnya di sana.

Usai menamatkan sekolah dasar, Tirto berangkat ke Batavia untuk melanjutkan pendidikannya di HBS (Hogeere Burger School), kemudian ke sekolah dokter Jawa STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artchen). Namun, Tirto tidak menyelesaikan pendidikannya di STOVIA akibat sudah terlanjur jatuh cinta pada dunia tulis-menulis.

Memasuki tahun 1894-1895, Tirto mulai mengirimkan tulisan-tulisannya ke banyak surat kabar terbitan Betawi. Ia mengirim tulisan-tulisan tersebut dalam bahasa Melayu dan bahasa Betawi. Di sinilah titik Bapak Pers Indonesia tersebut mulai menggeluti dunia jurnalistik dan sastra, sekaligus menjadi pejuang di masa pergerakan nasional.

Beliau telah mendirikan berbagai surat kabar nasional. Sebut saja Soenda Berita (1903-1905), Medan Prijai (1907) dan Poetra Hindia (1908). Surat kabar-surat kabar tersebut digunakan oleh Tirto untuk menyalurkan aspirasi dan pendapatnya mengenai kondisi sosial-politik di masa pemerintahan Hindia-Belanda.

Salah satu surat kabar terbitan Tirto yang terkenal adalah Medan Prijai. Pada 1 Januari 1907, Tirto mendirikan surat kabar nasional bernama Medan Prijai yang berkantor di Bandung, Jawa Barat. Sebagai surat kabar nasional, tulisan-tulisan dalam Medan Prijai cukup kental dengan kritikan-kritikan terhadap pemerintahan Hindia-Belanda kala itu yang ditulis sendiri oleh Tirto. Hal yang membuatnya unik adalah tulisan-tulisan tersebut disajikan oleh Tirto dalam bentuk cerita pendek.

Sebagai seorang penulis, R.M. Tirto Adhi Soerjo dikenal dengan tulisannya yang sering disebut sebagai bacaan politik yang kemudian di dalam dunia sastra disebut sebagai “bacaan liar”. Dengan surat kabarnya, Tirto terus berupaya menyuarakan hak-hak rakyat yang terus ditekan oleh pemerintahan Hindia-Belanda.

Karena kiprahnya dalam memperjuangkan suara rakyat pribumi, Tirto pun ditangkap,  disingkirkan dari Pulau Jawa dan diasingkan ke Pulau Bacan yang terletak di dekat Halmahera, Maluku Utara. Pada akhir hidupnya, aktivitas Tirto sangat ditekan oleh pemerintah Hindia-Belanda. Tirto meninggal pada usia yang masih muda, 38 tahun, pada 7 Desember 1918 di Batavia.

Dari kisah Raden Mas Tirto Adhi Soerjo, kita bisa melihat bahwa pers bisa menjadi sarana untuk mengungkapkan kebebasan berpendapat masyarakat. Pengorbanan Tirto tidak sia-sia karena berkat dirinya, masyarakat Indonesia pada masa itu bisa terbuka pikirannya untuk melakukan pergerakan nasional demi meraih kemerdekaan.

Pada momen Hari Pers Nasional yang jatuh pada 9 Februari 2022 ini, mari kita mengapresiasi peranan pers yang terus berupaya menciptakan kedaulatan nasional melalui informasi yang kredibel dan tepercaya. Semoga pers tetap menjadi salah satu pilar demokrasi negeri yang bisa menjaga independensinya. Selamat Hari Pers Nasional, Sobat SMP!

 

Baca Juga  Mendikbudristek Luncurkan Merdeka Belajar Episode ke-22

Penulis: Pengelola Web Direktorat SMP

Referensi: 

http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/R_M_Tirto_Adhi_Soerjo

Buku Menjadi Jurnalis Milenial terbitan Direktorat SMP tahun 2021

Scroll to Top