Keunikan Tenun Sumba dengan Pewarna Alami

Halo, Sobat SMP! Tenun merupakan salah satu produk kebudayaan nusantara di mana proses (teknik) yang digunakan penuh dengan makna kearifan lokal. Salah satu kearifan dalam menenun ada dalam teknik pewarnaannya. Teknik pewarnaan tenun nusantara sangat kompleks dan umumnya menggunakan pewarnaan alami. Salah satu daerah pengrajin tenun ikat dengan pewarna alami adalah Waingapu, Sumba Timur, NTT.

Hal yang membuat unik dari tenun Sumba adalah pewarnaannya yang menggunakan tanaman-tanaman endemik lokal. Tanaman endemik tersebut seperti tanaman Wuira (nila), akar mengkudu, serta daun dan kulit loba. Dalam proses pembuatannya, pengrajin tenun Sumba akan mencari berbagai tanaman bahan yang banyak ditemukan di alam. Bahan dasar warna biru (indigo) dihasilkan dari tanaman Wuira/Nila. Dahulu, Wuira hanya boleh diambil dan diolah oleh kaum perempuan. Sementara warna dasar merah dihasilkan dari akar mengkudu.

Untuk mengambil warnanya, tanaman Wuira yang telah dipanen diperas, direndam dalam air, serta dicampur kapur. Tanaman yang telah direndam tersebut dibiarkan selama beberapa hari sehingga menghasilkan endapan Indigo.

Lain dengan proses warna Indigo, bahan-bahan untuk pewarna merah perlu ditumbuk agak halus. Setelah ditumbuk, bahan-bahan tersebut direndam dan diaduk dalam air sehingga menghasilkan olahan seperti bubur. Sebelum benang dicelupkan ke larutan pewarna merah, terlebih dahulu dilakukan proses  perminyakan. Benang dicelupkan ke dalam larutan dari bahan-bahan alami seperti kemiri. Hal tersebut bertujuan supaya warna merah yang berasal dari larutan mengkudu bisa lebih meresap ke dalam benang.

Sebelum dicelupkan ke dalam larutan, benang tersebut umumnya diberi motif/gambar. Motif yang dibuat biasanya hewan yang berada disekitar mereka misalnya kuda, buaya, ayam dan burung. Motif-motif yang dibuat mempunyai makna serta cerita masing-masing. Contohnya seperti motif burung dan ayam yang merupakan simbol dari musyawarah atau ular dan udang sebagai simbol reinkarnasi.

Setelah pemberian motif, langkah selanjutnya ialah proses mencelupkan benang ke dalam larutan warna. Proses pencelupan dilakukan beberapa kali, tergantung keinginan kepekatan warna. Benang yang dicelupkan ke larutan Indigo bisa menghasilkan warna biru atau biru gelap kehitaman. Untuk benang yang dicelupkan ke larutan mengkudu bisa menghasilkan warna merah atau cokelat.

Jika semua sudah siap, tahapan akhirnya adalah proses menenun. Benang yang telah dicelupkan dan dijemur hingga kering selanjutnya akan ditenun. Biasanya, penenun adalah kaum wanita. Proses menenun rata-rata memerlukan kurang lebih waktu satu minggu. Untuk keseluruhan proses dari awal sampai menjadi sebuah kain memerlukan waktu berbulan-bulan. Bahkan, untuk kain ukuran besar bisa mencapai satu tahun.

Kain tenun Sumba telah menjadi salah satu ikon tenun nasional dan diminati oleh pasar internasional. Banyak orang suka dengan kain Sumba ini tak hanya karena keindahannya namun juga nilai yang ada di baliknya, terutama pewarnaan alaminya yang tidak merusak lingkungan hidup.

Kearifan pewarnaan alami ini penting karena saat ini industri tekstil kita didominasi oleh pewarna kimia yang berbahaya bagi tubuh serta dapat mencemari lingkungan. Demi kelangsungan hidup dan alam, kearifan lokal pewarna alami dalam karya wastra penting untuk dilestarikan dan dijadikan pilihan.

 

Baca Juga  Panduan Penyusunan Jadwal Pembelajaran PTM Terbatas

Penulis: Pengelola Web Direktorat SMP

Referensi: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/pewarnaan-alami-tenun-sumba/

Scroll to Top