Semangat Satap Untuk Bertatap

Sejak pagi hari anak-anak di sekitar Desa Petir, Kecamatan Purwanegara, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah telah bersiap mengikuti Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas di SMPN 5 Satap Purwanegara sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Mereka menempuh perjalanan dengan berbagai cara. Mulai dari berjalan kaki, menaiki angkutan umum, atau diantarkan oleh orang tua masing-masing. Bagaimana pun cara mereka ke sekolah, yang mereka bawa di dalam diri tetaplah sama: semangat belajar di sekolah.

Kepala Sekolah SMPN 5 Satap Purwanegara, Gotri Lastiti, S.Pd mengatakan wilayah Desa Petir sendiri cukup luas. Bahkan terdapat beberapa anak yang tinggal di Desa Selogiri yang berjarak sekitar 10 km dari sekolah. Namun, karena sebagian besar orang tua siswa merupakan petani dan buruh tani yang harus berangkat sejak pagi hari, maka anak-anak lebih banyak pergi ke sekolah sendiri dengan berjalan kaki atau menggunakan kendaraan umum.

“Ada siswa yang tinggal di Selogiri. Semangat anak-anak yang tinggal di Selogiri justru luar biasa sekali. Sekali pun paling jauh, mereka terpaksa berjalan kaki karena orang tua mereka tidak punya motor. Perjalanan mereka kurang lebih 2 jam. Medannya pun sulit. Jadi kalau anak-anak jalan dari rumah setengah enam, sampai di sekolah jam setengah delapan kurang sedikit,” ungkap Gotri.

Sesampainya di sekolah, guru piket yang merupakan bagian dari tim Satgas COVID-19 sekolah telah menyambut di gerbang pintu. Anak-anak wajib mencuci tangan terlebih dahulu, mengukur suhu tubuh dengan thermogun, kemudian akan diarahkan untuk masuk ke kelas masing-masing. Sebelum memulai pelajaran, pada pukul 07.30 para siswa dipandu oleh guru akan membaca Asmaul Husna selama 15 menit, dan dilanjutkan dengan tadarus Al-Quran selama 15 menit. 

Kegiatan belajar mengajar dalam rangka PTM terbatas berlangsung mulai pukul 08.00 – 11.30. Sekolah juga telah menyiapkan skema khusus untuk membagi jadwal masuk PTM terbatas sesuai dengan ketentuan 50% dari kapasitas tiap kelas. Kelas VIII mendapat giliran setiap hari senin dan kamis, kelas VIII setiap selasa dan jumat, sedangkan kelas IX akan masuk pada rabu dan sabtu. Setiap kelas diisi oleh maksimal 16 siswa.

Meski bersifat terbatas, Vika Neli Safitri, Kelas VII C SMPN 5 Satap Purwanegara, mengatakan bahwa dirinya sangat senang bisa kembali belajar langsung di sekolah. Menurutnya, Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) secara daring membuatnya sulit memahami materi pelajaran karena terasa berjarak.

“Senang bertemu dengan teman-teman. Saya juga senang dapat kembali belajar di sekolah sehingga bisa diajarkan langsung oleh Bapak ibu Guru. Saat PJJ saya mengalami kesulitan. Ketika Bapak/Ibu Guru menerangkan materi pelajaran, saya belum mengerti, tapi sudah diminta untuk mengerjakan tugas. Saya pun sungkan untuk bertanya. Makanya saya lebih senang belajar tatap muka karena lebih mudah menangkap pelajaran,” tutur Vika.

Untuk mengantisipasi adanya siswa yang mengabaikan protokol kesehatan di lingkungan sekolah, pihak sekolah mengkondisikan siswa tetap berada di dalam kelas dengan pengawasan guru. Anak-anak juga tidak diberikan waktu istirahat khusus seperti biasa, melainkan hanya diberi waktu 15 menit untuk menyantap bekal yang dibawa di kursi masing-masing dengan pengawasan dari guru. Setelah PTM di sekolah selesai, dilakukan sterilisasi kelas menggunakan cairan desinfektan. 

Tantangan Pembelajaran di Masa Pandemi

Baca Juga  Kebijakan Baru BOS Reguler Jenjang SMP Tahun 2021

Meski telah menjalankan PTM terbatas, namun guru-guru harus tetap berjuang keras untuk memastikan materi pembelajaran dapat dipahami dengan baik. Terbatasnya waktu tatap muka di sekolah, memaksa para guru untuk memaksimalkan pembelajaran jarak jauh yang sebenarnya memiliki lebih banyak tantangan. Waktu pertemuan juga harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk mengejar ketertinggalan peserta didik sewaktu PJJ. 

“Saat anak-anak menjalani PJJ, banyak yang tidak memiliki kuota. Maka dari itu, kami lebih banyak memanfaatkan Whatsapp grup untuk memberikan tugas dan memantau pembelajaran anak di rumah. Kurang memungkinkan jika PJJ dilakukan dengan Google Classroom atau sejenisnya, karena menyedot kuota internet yang cukup besar. Bagi siswa yang partisipasinya kurang atau tidak mengumpulkan tugas saat PJJ, akan ditindaklanjuti saat PTM terbatas. Begitu pun sebaliknya. Karena waktu saat PTM sangat terbatas, maka jam pelajaran harus ditambahkan dengan PJJ,” papar Gotri.

Bukan hanya itu, menurunnya semangat belajar anak ternyata turut menjadi tantangan lainnya. Gotri mengatakan bahwa ada beberapa apa anak yang justru tidak masuk sekolah saat jadwal masuk PTM terbatas. Para guru bahkan harus melakukan home visit untuk menggali apa yang terjadi.

“Ada beberapa anak yang justru tidak masuk saat jadwal PTM. Katanya malas. Mungkin karena sudah terlalu PJJ, sudah terlalu nyaman di rumah, intensitas penggunaan ponsel yang meningkat juga sepertinya memicu rasa malas untuk belajar. Kami mendatangi anak-anak tersebut dan mencoba membangkitkan semangat belajarnya. Kami juga berkomunikasi dengan orang tua untuk lebih memperhatikan dan mengingatkan anak-anak terkait jadwal PTM. Ya memang dari tingkat sosial, mayoritas orang tua siswa dari kalangan menengah ke bawah. Tapi kami terus berkomunikasi. Kami melakukan apa yang bisa kami lakukan,” tandas Gotri.

 

Penulis: Pengelola Web Direktorat SMP

Scroll to Top