Mengenal 3 Tokoh Pahlawan dari Indonesia Bagian Barat, Tengah, dan Timur

Halo, Sobat SMP! Kemerdekaan Indonesia bukanlah hal yang mudah untuk diraih. Bahkan, setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pun, perjuangan masih belum berakhir karena Belanda kala itu masih bertekad untuk merebut kembali kemerdekaan Indonesia. Setiap daerah memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari belenggu kolonialisme. 

Ada banyak tokoh-tokoh pahlawan yang muncul dari setiap daerah, tak terkecuali dari Indonesia bagian barat, Indonesia bagian tengah, dan juga Indonesia bagian timur. Nah pada kesempatan kali ini, kita akan membahas tokoh-tokoh pahlawan dari tiga wilayah Indonesia yang berbeda. Siapa saja kira-kira tokoh-tokoh tersebut? Yuk simak artikel ini sampai selesai ya, Sobat SMP!

Cut Nyak Dhien, Sang Srikandi Tangguh dari Tanah Rencong

Di Indonesia bagian Barat, terdapat seorang pahlawan wanita dari Tanah Rencong. Dia adalah Cut Nyak Dhien, sang srikandi tangguh yang ikut mempertahankan Aceh dari jajahan kolonialisme Belanda. Cut Nyak Dhien merupakan seorang wanita keturunan bangsawan yang lahir pada tahun 1848 di Lampadang, Kerajaan Aceh. Keturunan bangsawannya berasal dari ayahnya,  Teuku Nanta Muda Seutia, yang merupakan seorang Uleebalang (kepala pemerintahan setingkat kabupaten pada Kesultanan Aceh) wilayah VI Mukim. 

Cut Nyak Dhien bergerilya selama 20 tahun bersama Teuku Umar. Ia ikut aktif mendampingi suaminya menjelajahi hutan, turut pindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain mendampingi suami dalam pertempuran menghadapi musuh. Cut Nyak Dhien turut berperan sebagai motor penggerak yang mengantarkan Teuku Umar pada puncak kariernya sebagai pejuang sampai tewas oleh peluru Belanda. 

Gugurnya Teuku Umar tidak membuat Cut Nyak Dhien patah semangat perlawanannya. Bahkan ia maju ke depan memimpin pasukan. Ia kembali mengadakan aksi sampai fisiknya menjadi lemah. Setelah lebih kurang enam tahun lamanya meneruskan perlawanan, ia tertawan bersama pasukannya. Kemudian ia diasingkan ke Pulau Jawa sampai wafat.

Sultan Hasanuddin, Ayam Jantan dari Timur

Sultan Hasanuddin adalah tokoh pahlawan yang berasal dari Makassar. Ia merupakan raja ke-16 Kerajaan Gowa yang lahir pada 12 Januari 1631. Sebelum menjadi raja, nama asli beliau ialah I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe. Setelah ia naik tahta, barulah ia bergelar Sultan Hasanuddin.

Kerajaan Gowa kala itu menentang keras kongsi dagang Belanda, yakni VOC yang ingin menguasai rempah-rempah di perairan Sulawesi dan Maluku. Sultan Hasanuddin yang memegang tampuk kepemimpinan pun dengan tegas menolak monopoli tersebut sehingga Belanda geram dan menggempur Kerajaan Gowa. Kerajaan Gowa yang tak kuat menahan gempuran akhirnya dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya pada 18 November 1667.

Akan tetapi, itu semua tidak serta-merta memadamkan semangat juang Sultan Hasanuddin beserta para pasukannya. Perlawanan-perlawanan masih terjadi pascaperjanjian, namun sayang tidak membuahkan hasil yang maksimal sehingga VOC masih mendominasi di wilayah Sulawesi Selatan.

Meski tak bisa mengusir bangsa Barat, hingga akhir hayatnya Sultan Hasanuddin masih bersikukuh tidak mau bekerja sama dengan Belanda. Kegigihan tersebut dibawa sampai ia wafat pada 12 Juni 1670 di kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.

Frans Kaisiepo, Pahlawan Pemersatu dari Bumi Cendrawasih

Baca Juga  Menjaring Bibit Emas Pesepak Bola Lewat Gala Siswa Indonesia

Pahlawan yang terakhir berasal dari kepulauan paling timur Indonesia, yakni Papua. Sobat SMP pasti sudah tidak asing dengan pahlawan yang satu ini karena wajahnya terpampang pada uang rupiah pecahan Rp10.000 emisi 2016. Dia adalah Frans Kaisiepo, seorang pahlawan nasional yang lahir pada 10 Oktober 1921 di Wardo, Biak, Papua.

Frans terkenal sebagai tokoh yang anti-Belanda dan sangat mencintai Indonesia. Pada 14 Agustus 1945, Kaisiepo dan rekan seperjuangannya mengumandangkan lagu kebangsaan Indonesia Raya di Kampung Harapan Jayapura. Beberapa hari sesudah Proklamasi, tepatnya pada 31 Agustus 1945 Kaisiepo dan rekan-rekannya melaksanakan upacara dengan pengibaran bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pun Frans Kaisiepo juga masih aktif melakukan gerakan perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda di Irian. Pada 1949 putra Irian sejati ini menolak tawaran Belanda untuk menjadi wakil Belanda di wilayah Nugini, sebab beliau tidak mau didikte oleh Belanda. Atas penolakan ini, Kaisiepo bahkan rela dihukum sebagai tahanan politik mulai 1954 1961 di distrik terpencil.

Sejatinya, masih sangat banyak pahlawan-pahlawan yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia yang ikut berjuang dalam meraih kemerdekaan Indonesia. Mari bersama-sama kita mendoakan semoga seluruh pahlawan yang telah berjuang membela Tanah Air diberikan tempat terbaik di sisi Tuhan YME. Semoga artikel ini bisa bermanfaat ya, Sobat SMP!

 

Penulis: Pengelola Web Direktorat SMP

Referensi:

Buku Cut Nyak Din terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1996

Buku Sultan Hasanuddin Menentang VOC terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1975

Buku Pahlawan Nasional Frans Kaisiepo terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1996

Buku Yuk, Berkenalan dengan Para Pahlawan di Uang Rupiah Baru terbitan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2016

Scroll to Top