Edukasi Perundungan, Kekerasan Seksual, dan Intoleransi, Direktorat SMP Gelar Talkshow di SMPN 2 Cimanggu

Direktorat Sekolah Menengah Pertama (Direktorat SMP) mengadakan Talkshow Pencegahan Perundungan, Kekerasan Seksual, dan Intoleransi, serta Penerapan Disiplin Positif di SMPN 2 Cimanggu, Cilacap, Jawa Tengah. Acara ini juga disiarkan langsung melalui kanal YouTube Direktorat SMP pada Kamis (9/11). Tujuan dari talkshow ini adalah memberikan pengetahuan kepada masyarakat, khususnya warga sekolah mengenai tindakan perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi yang dapat terjadi di lingkungan satuan pendidikan. Sebanyak 200 siswa dari 11 SMP/MTS negeri dan swasta turut serta dalam kegiatan ini.

Plt. Direktur Direktorat SMP Drs. I Nyoman Rudi Kurniawan, M.T. mengatakan dalam pembukaannya, kegiatan Talkshow Pencegahan Perundungan, Kekerasan Seksual, dan Intoleransi, serta Penerapan Disiplin Positif merupakan salah satu upaya yang dilakukan Kemendikbudristek untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman, nyaman, menyenangkan, dan inklusif. “Hal ini sebagaimana diamanatkan dalam Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan,” kata Nyoman.

Pada sesi pertama gelar wicara, Pemerhati Anak Retno Listyarti, M.Si. menjelaskan perbedaan antara perundungan dan bercanda. Menurut Retno, suatu candaan dapat dianggap sebagai perundungan apabila ada pihak yang merasa dirugikan. “Ketika bercanda, orang yang diajak bercanda akan merasa senang, berbeda dengan perundungan di mana ada yang merasa sedih,” ujar Retno.

Retno juga memaparkan ciri-ciri dari tindakan perundungan, di antaranya adalah banyaknya jumlah pelaku dengan sedikit korban (biasanya hanya satu orang) serta dilakukan secara berulang. Proses perundungan dapat dimulai dari ejekan secara verbal dan bahkan bisa berkembang menjadi tindakan penganiayaan. “Oleh karena itu, pesan untuk para guru, jika ada siswa yang melapor sebagai korban perundungan maka yang perlu dipercaya pertama kali adalah pihak yang menjadi korban,” papar Retno.

Perundungan atau bullying dapat terjadi tidak hanya di dunia nyata, tetapi juga di dunia maya atau daring (cyberbullying). Perundungan secara daring memiliki dampak psikologis yang lebih besar pada korban karena ada perasaan dirinya dipermalukan di hadapan orang-orang banyak. “Dalam beberapa kasus, korban cyberbullying bahkan sampai memilih untuk mengakhiri hidupnya,” ucap Retno.

Selain membahas perundungan, gelar wicara ini juga mengangkat isu penting tentang kekerasan seksual dan intoleransi. Analis Kementerian, Tim Kelompok Kerja Anti Perundungan Pusat Penguatan Karakter Kemendikbudristek Rudi Miswanto, M.Pd. menjelaskan bahwa berdasarkan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 ada 26 jenis kekerasan seksual dan tidak terbatas pada tindakan pemerkosaan. “Bersiul atau memanggil seseorang dengan nada yang tidak senonoh itu juga termasuk ke dalam kategori kekerasan seksual,” jelas Rudi.

Mengenai intoleransi, Rudi mengatakan bahwa tindakan tersebut merupakan suatu perbuatan diskriminasi atau membeda-bedakan seseorang berdasarkan ras, agama, suku, penampilan fisik, status ekonomi, tingkat intelektual, dsb. “Kita boleh memilih teman, tetapi bukan dengan cara yang diskriminatif,” kata Rudi.

Mengenai langkah yang dapat diambil oleh murid saat menjadi korban kekerasan, Rudi menyarankan siswa untuk melapor ke Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) yang berada di satuan pendidikan. Oleh karena itu, Rudi mengimbau kepada sekolah-sekolah dan dinas pendidikan di daerah untuk segera membentuk TPPK jika belum ada. “Hal ini bertujuan agar para murid dapat melaporkan tindakan perundungan, kekerasan seksual, maupun intoleransi tanpa perlu merasa takut atau merasa terancam,” ujar Rudi.

Selain membahas tindakan perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi, gelar wicara ini juga mengupas penerapan disiplin positif pada siswa. Jean Henry Souisa, Pelatih Utama Pendekatan Disiplin Positif dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, menegaskan kepada peserta didik agar tidak melakukan perbuatan perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi jika ingin meraih masa depan yang cerah. “Tujuan besar yang kita miliki sangat dipengaruhi oleh cara kita menggapainya,” tegas Henry.

Lebih lanjut, Henry mengatakan bahwa tindakan perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi tidak hanya berdampak buruk bagi diri sendiri, tetapi juga dapat menyusahkan orang lain. “Inti dari disiplin positif adalah membimbing diri sendiri dan orang lain agar dapat memiliki sifat kontrol diri, bertanggung jawab, dan saling menghormati secara sadar dan sukarela,” kata Henry.

Henry juga menerangkan, supaya siswa dapat memiliki kontrol diri, terlebih dahulu mereka perlu mempunyai empati dan hati nurani yang kuat. Kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri adalah kunci dalam membedakan perbuatan baik dan buruk. “Selalu pertimbangkan konsekuensi dari tindakan yang akan kita lakukan,” terang Henry.

 

Baca Juga  Hari Perempuan Internasional 2023 Usung Tema Kesetaraan Gender pada Teknologi Digital

Penulis: Pengelola Web Direktorat SMP

Sumber:

https://www.youtube.com/watch?v=Tb3daXQuDX0&ab_channel=DirektoratSMP

https://jdih.kemdikbud.go.id/detail_peraturan?main=3310

Scroll to Top